RPP Pelabuhan Dikhawatirkan Sulitkan Usaha

on Minggu, 23 Agustus 2009

Pengusaha bongkar muat khawatir akan ketidakjelasan penafsiran pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai Kepelabuhan.
Mereka khawatir persepsi yang rancu akan mempersulit lapangan usaha mereka. Sehingga, pengusaha meminta agar pemerintah mengajak pengusaha kembali merundingkan sebelum RPP disahkan akhir Juni 2009. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Bambang K Rahwardi mengatakan, berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008, harus ada kesetaraan di pelabuhan. Bambang mengatakan pada konferensi pers di Gedung Kadin, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Senin 22 Juni 2009. Menurut dia, RPP jangan sampai lari terlalu jauh dan menimbulkan perbedaan persepsi. Draf usulan yang dikhawatirkan dalam RPP, Bambang menjelaskan, perusahaan bongkar muat sangat penting usaha kepelabuhan karena. "PBM langsung menerima dan mengirim barang-barang di pelabuhan," katanya.Bambang mengatakan, saat ini terdapat sekitar 82ribu perusahaan bongkar muat di seluruh Indonesia. 100 perusahaan bongkar muat di antaranya beroperasi di Tanjung Priok. Rata-rata pekerja perysahaan bongkar muat skala kecil menyerap ratusan tenaga kerja "Kalau RPP rancu, kami khawatir perusahaan akan kesulitan di tempat usaha (pelabuhan)," tuturnya. Ketua Komite Tetap Perhubungan Laut Kamar Dagang dan Industri Carmelia Sartoto mengatakan, Kadin sebagai perwakilan pengusaha telah mengirimkan surat kepada pihak terkait, yakni Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia serta Departemen Perhubungan. "Kami mengharapkan agar sebelum dikeluarkan, Kadin diajak berdiskusi lagi," katanya. Risiko yang dihadapi PBM, jika draf tersebut tetap disahkan menjadi peraturan pemerintah akan menyebabkan kesulitan perusahaan bongkar muat di Tanjung Priok. "Walaupun ada jaminan dari Menteri Perhubungan, direksi pelaksana pelabuhan akan mengacu pada peraturan pemerintah tersebut," kata Carmelia.Carmelita menjelaskan, selama penggodokan RPP, pemerintah telah banyak memasukkan usulan Kadin. "Tetapi ada beberapa hal substansial yang kami harapkan juga tercantum dalam RPP," katanya. Seharusnya jika mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008, otoritas pelabuhan (Badan Usaha Pelabuhan/BUP) membentuk anak usaha terlebih dulu yang bergerak pada usaha bongkar muat. Ketua Kehormatan APBMI Taufik Siregar mengatakan, penafsiran di RPP harus jelas. Overlap di Undang-undang Nomor 17/2008, pada pasal 31 disebutkan perusahaan bongkar muat merupakan perusahaan jasa. Sedangkan pada Bab VII disebutkan Badan Usaha Pelabuhan (Pelindo) bisa melakukan bongkar muat. Dalam penjelasan di draf RPP, kata Taufik, Badan Usaha Pelabuhan, dalam hal ini Pelindo, dapat mengusahakan kerjasama dengan perusahaan bongkar muat. "Di draf RPP terakhir belum jelas mengenai perusahaan bongkar muat sedangkan dalam undang-undang disebutkan dengan tegas," katanya. [viva news]

0 komentar: